Telusuri disini

Selasa, 10 Januari 2012

Cedera Otak Ringan (COR)


I. Definisi

Cedera otak adalah merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagin besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.

Cedera Otak dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

Cedera Otak Ringan (COR)

Adalah cidera otak yang ditandai dengan tidak adanya kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, dan pasien dapat menderita laserasi dan hematoma kulit kepala.

Cedera Ota

k Sedang (COS)

Adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien sempat kehilangan kesadarannya, muntah,

Cedera Otak Berat (COB)

Adalah cedera otak yang ditandai dengan pasien kehilangan kesadaran dalam waktu yang lama,mengalami penurunan tingkat kesadaran secara progresif,

(Masjoer Arif :2000)

II. Etiologi


1. Spasme pembuluh darah intrakranial.

2. Kecelakaan otomotif/tabrakan, terjatuh, olah raga, kecelakaan industri.

3. Gejala depresi

4. Gangguan pada jaringan saraf yang sudah terganggu

5. Tertimpa benda keras

(Masjoer Arif:2000)

III. Patofisiologi

Cidera otak dapat disebabkan karena benturan kepala seperti tertimpa benda keras, kecelakaan atau tabrakan sehingga tengkorak mengalami pergeseran dan otak mengalami benturan atau guncangan yang menyebabkan terjadi perubahan intrasel maupun ekstrasel. Perubahan pada intrasel akan menyebabkan terjadinya kelemahan otak kemudian disertai dengan iskemik pada jaringan yang bisa ditandai dengan nyeri dan kejang. Sedangkan perubahan pada ekstrasel akan menimbulkan peningkatan intrakranial sehingga kesadaran seseorang mengalami penurunan ditandai dengan pusing yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada aktifitas seseorang. Selain itu juga dapat ditandai dengan mual dan muntah sehingga akan menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan.









(Lynda Juall Carpenito :2000)

IV. Manifestasi klinis

1. Nyeri kepala

2. Tidak ada kehilangan kesadaran

3. Pusing

4. Tengkuk kaku dalam sikap kepala mengadah/hiperekstensi

5. Keletihan

6. Ketidak Mampuan Berkonsentrasi

7.Terdapat laserasi dan hematoma pada kulit kepala.

(Masjoer Arif :2002)

V. Penatalaksanaan

Pada pasien dengan cedera otak ringan umumnya dapat dipulangkan kerumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT scan bila:

- Hasil pemeriksaan neurologis (terutama setatus mini mental dan gaya berjalan) dalam batas normal.

- Foto servikal jelas normal

- Adanya orng yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien

Kriteria perawatan :

- adanya darah intra kranial atau praktur yang tampak pada CT scen

- konfusi, agitasi, atau kesadaran menuru

- adanya tanda atau gejala neurologis fokal

- intoksikasi obat atau alkohol

Penilaian awal :

1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari sekret dan muntahan

2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau tidak

3. Menilai sirkulasi tubuh : otak yang rusak tidak mentolelir hipotensi

4. Menilai tingkat keparahan

(Masjoer Arif :2002)

VI. Diagnosa Ke[erawatan yang Mungkin Muncul

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya laserasi pada kepala

2. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri

3. Gangguan pemenuhan cairan dan elektrolit berhubungan dengan output yang berlebih

(Lynda Juall Carpenito:1998)

VII. Intervensi

Diagnosa 1 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya laserasi pada kepala

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri menghilang

Kriteri Hasil : - Pasien merasa nyaman

- Pasien bisa tidur dengan normal

Intervensi :

1. Lakukan pendekatan pada pasien

R/: Dengan pendekatan dengan pasien akan terjalin kerjasama yang baik dengan pasien

2. Jelaskan pada pasien tentang setiap tindakan yang akan dilakukan

R/: Pasien mau bekerjasama dengan pasien pada setiap tindakan yang dilakukan

3. Kaji tingkat nyeri pasien

R/: Mengetahui tingkat nyeri pasien sehingga mempermudah melakukan tindakan dan pemberian terapi

4. Bantu pasien mendapatkan posisi yang paling nyaman

R/: Menjaga agar pasien tetap merasa nyaman

5. Observasi TTV

R/: Mengetahui kondisi pasien

6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi (analgesik)

R/: Mempercepat penyembuhan pasien

Diagnosa 2 : Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri

Tujuan : Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola tidur pasien kempali normal

Kriteri hasil : - Pola tidur pasien normal

- malam ± 8 jam

- Siang ± 1 jam

Intervensi :

1. Jelaskan pada pasien tentang setiap tindakan yang akan dilakukan

R/: Pasien mau bekerjasama dengan pasien pada setiap tindakan yang dilakukan

2. Kaji tingkat nyeri pasien

R/: Mengetahui tingkat nyeri pasien sehingga mempermudah melakukan tindakan dan pemberian terapi

3. Ciptakan lingkungan yang nyaman

R/: Dengan menciptaka lingkungan yang nyamamn pasien dapat tidur dengan tenang

4. Bantu pasien mengambil posisi yang senyaman mungkin untuk tidur

R/: Dengan posisi tidur yang nyaman membantu pasien untuk tidur sesuai kebutuhan

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi

R/: Mempercepat penyembuhan pasien

Diagnosa 3 : Ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put yang berlebih

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil : kebutuhan cairan pasien tepenuhi dan asupan cairan pasien terpenuhi

Intervensi :

1. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan

R/: Agar pasien mengerti semua tindakan yang akan dilakukan

2. kaji out put dan in put

R/: unuk mengetahui keseimbangan cairan pasien

3. Anjurkan pada pasien untuk minum setiap setelah muntah

R/: Untuk mengganti cairan yang hilang

4. Observasi TTV

R/: Untuk mengetahui keadaan pasien

5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi

R/: Membantu mempercepat penyembuhan pasien

HEPATOMA (Karsinoma primer dari Hati)

I. PENGERTIAN

Hepatoma merupakan penyakit tumor jinak hati, penyakit ini biasanya muncul pada penderita abses hati karena amuba. Tidak jarang pada penderita Hepatoma terdapat jelas tanda-tanda dari hipertensi portal serta kegagalan faal hati, sebagaimana tanda-tan

da yang terdapat pada penderita cirrhosis hepatic, oleh karena banyak hepatoma primer mempunyai dasar cirrhosis hepatic terutama type Macronodulair. Pada penderita hepatoma ketahanan hidupnya antara 4 bulan sampai 1 tahun sejak ditegakkan diagnosa.

(Boediwarsono;1979)

II. ETIOLOGI

- Factor resiko primer


- Hepatitis

- Sirosis hepato toksin

- Trauma metatasis dari tempat lain, umumnya dari visera abdomen, payudara, paru-paru, ginjal,

ovarium, testis dan kulit.

(Barbara C. Long;1996)

III. PATOFISIOLOGI



















IV. MANIFESTASI KLINIS

a. BB menurun

b. Lemah

c. Badan kuning

d. Anemia

e. Asites

f. Edema

g. Nyeri pada kuadran kanan atas

h. Hepatomegali

i. Demm

j. Peningkatan enzim hati (SGOT, SGPT)

k. Peningkatan kecepatan sedimentasi

(Barbara C. Long;1996)

V. PENATALAKSANAAN

Sama seperti penderita penyakit keganasan lainnya, pada hepatoma belum ada cara pengobatan yang memuaskan. Cara-cara yang telah dicoba adalah sebagai berikut:

1. Lobektomi, untuk tumor yang kecil dan terlokalsisir

2. Sitostatika, yang sering digunakan hádala 5-F.U. = Fluorouracil. Dosis yang diberikan antara 15 mg/kg BB diberikan melalui iv, deberikan 1 minggu sekali.

3. Kombinasi antara: methotrexate-Cyclophosphamide-Vincristin-5 F.U.

4. Kombinasi antara 5-F.U. dan immunisasi aktif dengan B.C.G vaksinasi (immuno terapi)

5. Hepatic dearterialisasi

(Boediwarsono;1979)

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ansietas/kecemasan berhubungan dengan ketakutan akibat ketidaktahuan

2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan stress yang berlebih

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terjadinya pembengkakan dan pertumbuhan sel baru.

VII. INTERVENSI

DX1 : Kecemasan berhubungan dengan ketakutan akibat ketidaktahuan

Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan

R/ : untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialami pasien

2. Berikan helth education

R/ : Agar pasien dapat mengontrol diri

DX2 : Perubahan pola tidur berhubungan dengan stress yang berlebih

Intervensi :

1. Berikan rasa nyaman untuk istirahat tidur

R/ : Menstabilkan kondisi psikologis pasien

DX3 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terjadinya pembengkakan dan pertumbuhan sel baru.

Intervensi :

1. Kaji tingkat nyeri

R/ : Untuk mengetahui tingkat nyeri yang diderita pasien

2. Berikan tindakan relaksasi

R/ : Agar pasien dapat mengontrol sendiri rasa nyeri yang dideritanya

3. Berikan analgesik

R/ : Untuk mengurangi rasa nyeri

DAFTAR PUSTAKA

- Boediwarsono, 1979, Beberapa Segi Praktis Dalam Ilmu Penyakit Dalam, Surabaya, CV. Libra Jaya Press

- C. Long, Barbara, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Bandung, Yayasan IAPK Pajajaran Bandung

FEBRIS KONVULSI (Kejang Demam)



I. PENGERTIAN

a). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.


b). Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)



II. ETIOLOGI

Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :

1. Obat – obatan

racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan

2. Ketidak seimbangan kimiawi

hiperkalemia. Hipoglikemia dan asidosis

3. Demam

paling sering terjadi pada anak balita

4. Patologis otak

akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik

5. Eklampsia

hipertensi prenatal, toksemia gravidarum

6. Idiopatik

penyebab tidak diketahui


III. PATOFISIOLOGI

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron sangat tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena terdapat perbedaan potensial membrane yang disebut potensial membrane dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.


Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh :

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.


Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui mambran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulannya perlu memperhatiakan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang yang singkat tidak berbahaya dan tidak meninggalkan sisa tetapi kejang yang lama (lebih dari 15 menit) biasanya terjadi apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh meabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkab makin meningkanya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah factor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Factor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.


Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.


IV. MANIFESTASI KLINIK

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :

1. Kejang demam sementara

· Umur antara 6 bulan – 4 tahun

· Lama kejang <15 menit

· Kejang bersifat umum

· Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam

· Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium

· Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang

2. Kejang demam komplikata

· Diluar kriteria tersebut diatas


V. KOMPLIKASI DARI KEJANG DEMAM

1. hipoksia

2. hiperpireksia

3. asidosis

4. ernjatan atau sembab otak


VI. FASE – FASE KEJANG DEMAM

1. Fase prodromal

Perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam/ hari

2. Fase iktal

Merupakan aktivitas kejang yag biasanya terjadi gangguan muskulosketal.

3. Fase postiktal

Periode waktu dari kekacauan mental atau somnolen, peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.



4. Fase aura

Merupakan awal dari munculnya aktivitas kejang, yang biasanya berupa gangguan penglihatan dan pendengaran.


VII. PENATALAKSANAAN MEDIK

1. Pemberian diazepam

· dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan )

· bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit


2. Turunkan demam

· anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis

· kompres air biasa


3. Penanganan suportif

· bebaskan jalan nafas

· beri zat asam

· jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

· pertahankan tekanan darah


VIII. PENCEGAHAN KEJANG DEMAM

1. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan anti piretika pada penyakit yang disetai demam.

2. Pencegahan kontinu untuk kejang komplikata

· fenobarbital : 5 – 7 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis

· fenotoin : 2- 8 mg/ kg BB/ 24 jam 2 - 3 dosis

· klonazepam : indikasi khusus

3. Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun


IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh pada aktivitas kejang

2. Glukosa : hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus) kejang.

3. Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang

4. Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang terapeutik.

5. Elektroensepalogram (eeg) : dapat melokalisir daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.


X. Diagnosa Yang Mungkin Muncul

1. Resiko terhadap penghentian pernafasan barhubungan dengan kelemahan dan kehilangan koordinasi otot besar dan kecil

2. Bersihkan jalan nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial dan peningkatan sekresi mukus


XI. Intervensi Keperawatan

DX 1 : Resiko Terhadap Penghentian Pernafasan Berhubungan Dengan Kelemahan Dan Kehilangan Koordinasi Otot Besar Dan Kecil

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan penghentian pernafasan tidak terjadi

Kriteria hasil :

- RR dalam batas normal (20 – 24 x/ menit )

- Tak kejang

- Klien mengungkapkan perbaikan pernafasannya


Intervensi :

1. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur dengan tempat tidur rendah

R/ : mengurangi trauma saat kejang

2. Masukan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik / biarkan pasien menggigit benda lunak atara gigi.

R/ : menurunkan resiko terjadinya trauma mulut

3. Observasi TTV

R/ : menentukan kegawatan kejang dan intervensi yang sesuai

4. catat tipe dari aktivitas kejang

R/ : membantu untuk melokalisir daerah otak

5. Lakukan penilaian neurologis, tingkat kesadaran, orientasi

R/ : mencatat keadaan postiktal dan waktu penyembuhan

6. Biarkan tingkah laku “ automatik” tanpa menghalangi

R/ : untuk menghindari cidera atau trauma yang lebih lanjut


7. Kolaborasi dalam pemberian obat anti convulsi

R/ : untuk mencegah kejang ulangan


DX 2 : Bersihan Jalan Nafas Inefektif Berhubungan Dengan Peningkatan Sekresi Mukus, Obstruksi Jalan Nafas

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil : sekresi mukus berkurang

- tak kejang

- gigi tak menggigit

Intervensi :

1. Anjurkan klien mengosongkan mulut dari benda

R/ : menurunkan aspirasi atau masukanya benda asing ke faring

2. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar

R/ : mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas

3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen

R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas

4. Masukan spatel lidah

R/ : untuk membuka rahang dan mencegah tergigitnya lidah

5. Lakukan penghisapan lendir

R/ : menurunkan resiko aspirasi

RHEUMATIC FEVER (Demam reumatik)

My Blogg: RHEUMATIC FEVER (Demam reumatik)

RHEUMATIC FEVER (Demam reumatik)


Pengertian

Demam reumatik adalah sindrom klinis sebagai akibat infeksi beta-Streptococcus hemolyticus grup A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema migranatum.

Rheumatic Fever, Bisa menyerang siapa saja, tetapi yg terbanyak pada anak anak 5-15 tahun.

Demam Rematik adalah suatu peradangan pada persendian (artritis) dan jantung (karditis).

Etiologi

Seperti halnya penyakit lain, demam reumatik juga merupakan penyakit akibat interaksi individu dan faktor lingkungan. Penyakit ini sangat berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas atas oleh beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Biasanya gejala timbul beberapa minggu setelah nyeri tenggorokan akibat streptokokus menghilang

Resiko terjadinya demam rematik meningkat pada status gizi yang buruk dan tempat tinggal yang sesak. Demam rematik bukan merupakan suatu infeksi, tetapi merupakan suatu reaksi peradangan terhadap infeksi, yang menyerang berbagai bagian tubuh (misalnya persendian, jantung, kulit).

Tanda dan Gejala

Secara objektif

- Anak mudah tersinggung

- Berat badan menurun

- Anak kelihatan pucat karena anemi

- Bertambahnya volume flasma

- Benjolan kecil dibawah kulit (nodul)

- Ruam kulit (eritema marginatum).

Pada saat gejala lainnya menghilang, timbul ruam datar dengan pinggiran yang bergelombang dan tidak disertai nyeri. Ruam ini berlangsung pendek, kadang kurang dari 24 jam.

Secara subjektif

- Nyeri persendian dan demam

- Anak menjadi lesu

- Anoreksia

- Artralgia

- Kadang anak mengalami nyeri perut yang hebat dan nafsu makannya berkurang.

Pemeriksaan

Pada pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop mungkin akan terdengar bunyi jantung tambahan (murmur).

Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan akut berupa terdapatnya C-reactive protein dan leukosiosis serta meningginya laju endap darah (LED), antibodi terhadap streptokokus.

Perjalanan klinis demam reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium, antara lain:

Stadium I

Berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus hemolyticus grup A.

Keluhan berupa batuk, demam, sakit saat menelan, dan tidak jarang disertai muntah dan diare. Dan pada pemeriksaan fisik terdapat eksudat pada tonsil serta pembesaran pada kelenjar getah bening submandibularis.

Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan.

Stadium II

Stadium ini juga disebut periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik.

Biasanya periode ini berlangsung antara 1-3 minggu.

Stadium III

Stadium ini adalah fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai gejala demam reumatik. Pada fase ini timbul gejala mayor seperti: artritis, Karditis, Korea (gerakan-gerakan cepat tanpa tujuan pada ekstrimitas, muka serta kerangka tubuh lainnya dan sukar dikendalikan), Eritema Marginatum (bercak-merah muda pada kulit), dan Nodul Subkutan.

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif, pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa disertai dengan kelainan jantung atau tanpa gejala sisa.

Penanganan

  • Pencegahan

Karena demam reumatik merupakan penyakit akibat interaksi individu dan faktor lingkungan, sehingga demam reumatik dapat dicegah. Cara terbaik untuk mencegah demam rematik adalah gizi yang baik dan pengobatan antibiotik pada setiap infeksi streptokokus.

  • Pengobatan

Pengobatan demam rematik memiliki 3 tujuan:

- Menyembuhkan infeksi streptokokus dan mencegah kekambuhan

- Mengurangi peradangan, terutama pada persendian dan jantung

- Membatasi aktivitas fisik yang dapat memperburuk organ yang meradang.

- Jika terinfeksi streptococcus pada anak yang menderita demam rematik diberikan suntikan antibiotik penisilin untuk membasmi infeksi yang tersisa.

- Untuk mengurangi peradangan dan nyeri, diberikan NSAIDs (obat anti peradangan non-steroid) dalam dosis tinggi, terutama jika telah terjadi artritis.

Kadang juga perlu digunakan obat pereda nyeri yang lebih kuat (misalnya kodein).

- Anak harus menjalani tirah baring. Aktivitasnya harus dibatasi untuk menghindari stres pada sendi yang meradang.

Daftar Pustaka

Entri Populer