FEBRIS KONVULSI (Kejang Demam)



I. PENGERTIAN

a). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.


b). Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)



II. ETIOLOGI

Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :

1. Obat – obatan

racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan

2. Ketidak seimbangan kimiawi

hiperkalemia. Hipoglikemia dan asidosis

3. Demam

paling sering terjadi pada anak balita

4. Patologis otak

akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik

5. Eklampsia

hipertensi prenatal, toksemia gravidarum

6. Idiopatik

penyebab tidak diketahui


III. PATOFISIOLOGI

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron sangat tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena terdapat perbedaan potensial membrane yang disebut potensial membrane dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.


Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh :

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.


Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui mambran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulannya perlu memperhatiakan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang yang singkat tidak berbahaya dan tidak meninggalkan sisa tetapi kejang yang lama (lebih dari 15 menit) biasanya terjadi apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh meabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkab makin meningkanya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah factor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Factor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.


Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.


IV. MANIFESTASI KLINIK

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :

1. Kejang demam sementara

· Umur antara 6 bulan – 4 tahun

· Lama kejang <15 menit

· Kejang bersifat umum

· Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam

· Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium

· Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang

2. Kejang demam komplikata

· Diluar kriteria tersebut diatas


V. KOMPLIKASI DARI KEJANG DEMAM

1. hipoksia

2. hiperpireksia

3. asidosis

4. ernjatan atau sembab otak


VI. FASE – FASE KEJANG DEMAM

1. Fase prodromal

Perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam/ hari

2. Fase iktal

Merupakan aktivitas kejang yag biasanya terjadi gangguan muskulosketal.

3. Fase postiktal

Periode waktu dari kekacauan mental atau somnolen, peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.



4. Fase aura

Merupakan awal dari munculnya aktivitas kejang, yang biasanya berupa gangguan penglihatan dan pendengaran.


VII. PENATALAKSANAAN MEDIK

1. Pemberian diazepam

· dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan )

· bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit


2. Turunkan demam

· anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis

· kompres air biasa


3. Penanganan suportif

· bebaskan jalan nafas

· beri zat asam

· jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

· pertahankan tekanan darah


VIII. PENCEGAHAN KEJANG DEMAM

1. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan anti piretika pada penyakit yang disetai demam.

2. Pencegahan kontinu untuk kejang komplikata

· fenobarbital : 5 – 7 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis

· fenotoin : 2- 8 mg/ kg BB/ 24 jam 2 - 3 dosis

· klonazepam : indikasi khusus

3. Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun


IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh pada aktivitas kejang

2. Glukosa : hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus) kejang.

3. Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang

4. Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang terapeutik.

5. Elektroensepalogram (eeg) : dapat melokalisir daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.


X. Diagnosa Yang Mungkin Muncul

1. Resiko terhadap penghentian pernafasan barhubungan dengan kelemahan dan kehilangan koordinasi otot besar dan kecil

2. Bersihkan jalan nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial dan peningkatan sekresi mukus


XI. Intervensi Keperawatan

DX 1 : Resiko Terhadap Penghentian Pernafasan Berhubungan Dengan Kelemahan Dan Kehilangan Koordinasi Otot Besar Dan Kecil

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan penghentian pernafasan tidak terjadi

Kriteria hasil :

- RR dalam batas normal (20 – 24 x/ menit )

- Tak kejang

- Klien mengungkapkan perbaikan pernafasannya


Intervensi :

1. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur dengan tempat tidur rendah

R/ : mengurangi trauma saat kejang

2. Masukan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik / biarkan pasien menggigit benda lunak atara gigi.

R/ : menurunkan resiko terjadinya trauma mulut

3. Observasi TTV

R/ : menentukan kegawatan kejang dan intervensi yang sesuai

4. catat tipe dari aktivitas kejang

R/ : membantu untuk melokalisir daerah otak

5. Lakukan penilaian neurologis, tingkat kesadaran, orientasi

R/ : mencatat keadaan postiktal dan waktu penyembuhan

6. Biarkan tingkah laku “ automatik” tanpa menghalangi

R/ : untuk menghindari cidera atau trauma yang lebih lanjut


7. Kolaborasi dalam pemberian obat anti convulsi

R/ : untuk mencegah kejang ulangan


DX 2 : Bersihan Jalan Nafas Inefektif Berhubungan Dengan Peningkatan Sekresi Mukus, Obstruksi Jalan Nafas

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil : sekresi mukus berkurang

- tak kejang

- gigi tak menggigit

Intervensi :

1. Anjurkan klien mengosongkan mulut dari benda

R/ : menurunkan aspirasi atau masukanya benda asing ke faring

2. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar

R/ : mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas

3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen

R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas

4. Masukan spatel lidah

R/ : untuk membuka rahang dan mencegah tergigitnya lidah

5. Lakukan penghisapan lendir

R/ : menurunkan resiko aspirasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cedera Otak Ringan (COR)

RHEUMATIC FEVER (Demam reumatik)

HEPATOMA (Karsinoma primer dari Hati)